Selasa, 03 Mei 2022

Paradikma Berbagi

Paradikma Berbagi

Sajadah Muslim ~ Nabi Muhammad bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi)

Sekarang siapa yang dalam hidupnya bersih dari dosa? Hendak berangkat ke kantor, di jalanan  tidak sedikit aurat terbuka yang terkadang diri tak bisa berpaling dari melihatnya. Di handphone, sering juga muncul hal yang sama.

Saat bercanda, saat ngobrol, kadang tak sadar ada orang yang kita lecehkan, rendahkan, dan lain sebagainya.

Belum lagi soal lambat dalam kebaikan, shalat yang belum disiplin, hingga Al-qur’an yang jauh dari mata, tangan, dan hati. Keinginan hati yang selalu pada ketarikan yang begitu kuat terhadap materi, sehingga hati tak terasa hilang kepekaan. Ada musibah, tak peduli, ada yang kelaparan tak terpikirkan, ada yang tidak sekolah, suruh siapa miskin dan seterusnya.

Diri lupa bahwa sebagai manusia peduli itu adalah bukti iman masih hadir, nurani masih hidup.

Dan untuk menghapus itu semua, Allah berikan jalan melalui sedekah. Sedekah itu akan memberikan perbaikan dalam diri, sebagaimana air memadamkan api yang terus membakar eksistensi dan iman dalam diri.

Menariknya sedekah tak mesti harta, Rasulullah bersabda, “Kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu.” (HR Bukhari)

Jadi, mari kita kembali pada tata paradigma hidup ini, jangan sampai iman dalam dada tidak terekspresikan dalam kehidupan nyata, jangan sampai ibadah  yang dijalankan tidak meneguhkan iman dalam bentuk berbagi dalam ragam bentuk kepedulian.

Bukankah Allah, menjamin sedekah tidak akan menjadikan seseorang miskin?

Harta tidak akan berkurang dengan sedekah, dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya. (HR Muslim). 

Semoga Allah jadikan kita semua sebagai pribadi dan keluarga yang berparadigma berbagi, sehingga ringan infak, sedekah di jalan-Nya. Amin

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

Kebebasan Dalam Islam

Kebebasan Dalam Islam

Sajadah Muslim ~ Suatu waktu pada bulan Ramadhan 1441 H, secara online sebuah lembaga studi di Jakarta menggelar diskusi online tentang “Hak-hak Kesehatan Reproduksi, Perempuan, Ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits serta kebijakan Nasional”.

Seorang pembicara dengan ringan menyatakan bahwa tidak ada halangan bagi wanita haid dalam ibadah.

Menurutnya, wanita haid boleh membaca Al-Qur’an, dan berdiam diri di masjid. Lebih jauh dengan penuh semangat pembicara itu menyatakan bahwa wanita haid juga boleh melakukan puasa. Karena menurut dia, wanita haid adalah orang sakit, ketika wanita sedang haid, artinya ia sedang sakit, dengan kadar sakit haid yang berbeda-beda.

Agar terkesan tidak asbun ia pun menggunakan nash berupa hadits yang meyebutkan bahwa perintah mengqodho puasa bagi wanita haid, tidak ada pelarangan puasa secara shorih/jelas.

Jadi ia mendorong audiens untuk “berani” sekalipun masih diliputi keraguan dengan mengemukakan bahwa pendapatnya itu bersifat ijtihadai, bukan pendapat yang mainstream diketahui, tapi menurut dia bagus untuk dibahas dan didiskusikan.

Entah sadar atau tidak, untuk bisa berijtihad seorang Muslim / Muslimah harus memiliki kriteria yang ketat. Tapi inilah problem umat kekinian, merasa diri lebih dari yang sejatinya.

Diskursus dalam permasalahan agama sebagaimana di atas sering digelar akhir-akhir ini. Seringkali kesimpulan hukum yang dihasilkan nyeleneh, karena menyalahi ketetapan jumhur ulama. Bahkan ulama sedikitpun tidak pernah membahas ketetapan hukum yang sudah pasti semisal larangan puasa bagi wanita haid.

Baca juga:

Fiqih Islam memiliki karakteristik sendiri, yang tidak bisa mengikuti framework berpikir dari budaya dan peradaban di luar Islam. Oleh karena itu timbangan Islam jelas, lebih-lebih soal ubudiyah yang sejak awal Islam sudah matang dan sempurna.

Artinya, pemikiran nyeleneh itu hakikatnya ingin menjauhkan kita dari tradisi keilmuan ulama. Ijtihad juga memiliki aturan, tidak bisa satu masalah dianalogikan dengan hal lain yang berbeda, selagi sifatnya ta’abbud/ibadah semata tidak diperkenankan ijtihad ‘ dan lain sebagainya.

Apa pasal yang menyebabkan banyak orang laki-laki dan perempuan saat ini seakan-akan berlomba untuk dapat dikatakan dan dipandang progresif dan modernis? Sehingga berani menyimpulkan hukum agama, menyatakan ini halal dan itu haram.

Padahal ulama yang hapal dan memahami literatur agama dengan mumpuni saja tidak berani, jawabannya adalah kebebasan.

Kebebasan, yang mereka katakan freedom atau liberty adalah kebebasan dalam segala hal. Kebebasan  berpikir dan bertindak.

Paham kebebasan yang berasal dari Barat itu melahirkan liberalisme, paham yang selalu dibenturkan dengan agama. Paham kebebasan yang menjadikan akal sebagai pusat kendali untuk mengungkapkan dan mengetahui segala hal. Paham kebebasan ini menjangkiti  sebagian umat Islam kini. Tidak heran jika lahir pemikiran seperti yang diungkapkan pembicara itu, yang dengan lantang mengatakan wanita haid berpuasa boleh.

Islam adalah agama kebebasan, tapi bukan kebebasan sebagaimana paham yang dianut liberlisme Hurriyyah atau kebebasan dalam bahasa arab adalah lawan kata dari Riqq dan ‘ubudiyyah.

Bebas berarti tidak menjadi budak seseorang. Manusia bebas adalah manusia yang terbebas dari penghambaan kepada makhluk, ayat dalam QS Al-Fatihah yang kita ulang setiap shalat. 

“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan,” adalah pernyataan bebas kita dari belenggu penghambaan kepada makhluk. Menuju penghambaan kepada Allah Swt semata.

Terbebas dari ikatan penghambaan kepada makhluk bukan berarti seorang muslimah tidak bisa berkutik dari ketetapan yang Allah tentukan untuknya. Muslimah tetap bebas untuk menentukan (ikhtiyar) jalan hidupnya.

Ikhtiar yang berarti memilih dan menentukan yang baik, memberikan makna bahwa muslim/muslimah harus memilih kebaikan untuknya di dunia dan akhirat dengan mengikuti nilai-nilai kebaikan yang telah ditentukan oleh Penciptanya dan dicontohkan oleh Qudwahnya, Muhammad.

Muslimah harus menaknai kebebasan ini sebagai kebebasan yang selaras dengan fitrahnya sebagai makhluk yang lemah.

Karenanya ia harus mengacu pada standar kebaikan dan keburukan yang telah ditentukan oleh Al-Kholiq. Adapun paham liberalisme yang dipercayai oleh sebagian muslimah sebagai paham kebebasan yang harus ditiru, tidak memiliki acuan standar baik dan buruk kecuali hawa nafsu.

Allah Swt, telah mewanti-wanti Nabi-Nya; “Sudahkah kamu melihat (tidak herankan kamu pada) orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah/sesembahan apakah kamu akan menjadi pelindungnya.”  

Jadi, jangan sampai diri merasa bebas padahal malah tunduk  menyembah hawa nafsu. Na’zdzubillah.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

Ratusan Serangan Menyapa Muslim Jerman

Ratusan Serangan Menyapa Muslim Jerman

Sajadah Muslim ~ Sekitar 208 serangan atas muslim di Jerman dilaporkan terjadi pada kuartal pertama tahun2017 saja. Serangan itu antara lain berupa serangan atas Muslimah yang mengenakan hijab, properti milik Muslim, surat ancaman serta serangan lewat media online.

Kepolisian dan lembaga pelindung konstitusi Jerman melaporkan bahwa 208 serangan anti Islam terjadi pada kurun tiga bulan pertama tahun 2017, lapor Neue Osnabrucker Zeitung awal bulan juni lalu.

Muslim diserang secara verbal maupun fisik karena agama yang mereka anut. Properti-properti milik warga Muslim juga dirusak oleh pelaku yang kebanyakan dari kelompok ekstrimis sayap kanan.

Menurut pihak berwenang data itu merupakan hasil analisa yang baru pertama kali ini dilakukan atas serangan-serangan yang menimpa Muslim di Jerman. Sebelum ini, otoritas di Jerman tidak pernah menganalisanya, sehingga tidak ada data yang bisa dijadikan komparasi.

Meskipun demikian menurut pemerintah, serangan atas masjid dan institusi Islam lainnya menurun dibanding periode  sama tahun lain.

Terjadi 15 serangan atas institusi Islam pada kuartal pertama tahun 2017, bandingkan dengan 27 serangan pada periode yang sama tahun 2016. Pada tiga bulan pertama tahun2015, juga terjadi 15 serangan atas lembaga-lembaga ke-Islaman.

Penurunan tampak pada jumlah aksi unjuk rasa anti-Islam, Kuartal pertama tahun 2017  tercatat 32 demonstrasi anti-Islam digelar di Jerman, jauh lebih rendah dibanding kuartal pertama tahun 2016 yang mencapai 80 serangan. Perlu dicatat, angka unjuk rasa rutin setiap pekan  yang digelar oleh Patriotische Eurppder gegen die Abendlandes (pegida) organisasi orang Eropa patriotik melawan islamisasi negara-negara Barat. Setiap hari Senin malam sejak tanggal 24 Oktober 2014, Pegida menggelar demostrasi anti-Islam di Saxony. 

Kelompok ini kemudian menyebar ke daerah lain di Jerman dan membuka cabang di berbagai negara Barat.

Menurut pakar dari Partai Kiri Jerman, Ulla Jelpke data tersebut menggambarkan fenomena gunug es, yang mana jumlah resmi serangan  terhadap Muslim yang tercatat oleh aparat jauh lebih kecil dibanding jumlah kasus sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Baca juga :

Ilmuwan dari Universitas Leipzig bernama Oliver Decker dan Elmar Brahler pada 15 Juni 2016, mempresentasikan hasil penelitiannya di Berlin. Survei dua tahunan terbaru yang mereka paparkan itu menunjukkan adanya kenaikan signifikan keresahan orang Jerman terhadap Islam.

Lebih dari 40 persen public berpendapat Muslim harus dilarang bermigrasi ke Jerman. Sekitar setengah dari jumlah responden mengaku terkadang merasa seperti orang asing di negerinya sendiri, karena bertambahnya jumlah pendatang asing di Jerman.

Sebagaimana diketahui, tahun belakangan Jerman kebanjiran migran dan pengungsi dari Asia, Timur Tengah dan Afrika, menyusul konflik berdarah yang terjadi di banyak negara Muslim.

Hasil studi lain yang dilakukan oleh firma Allensbach, yang dirilis pada waktu yang sama dengan penelitian di atas, menunjukkan bahwa warga Jerman skeptis terhadap Islam. Hanya sekitar 13% responden  yang menyetujui pernyataan Islam bagian dari Jerman.

Hasil survei yang dimuat koran terkemuka Frankfurter Allegemeine Zeitung itu menunjukkan bahwa kebanyakan orang Jerman yakin intgrasi pendatang asing ke masyarakat hanya bisa terjadi jika budaya asli Jerman  tetap dominan.

Umumnya kebencian terhadap orang asing diasosiasikan dengan penduduk dikawasan Timur Jerman. Namun, peneliti Universitas Leipzig mendapati perbedaan ketidaksukaan terhadap orang asing antara penduduk Jerman bagian Timur dan Barat kecil saja. Hampir 23% di timur versus 20% di barat.

Perbedaan mencolok justru pada kelompok umur, yang mana penduduk Jerman dibagian timur benci terhadap orang asing kebanyakan berusia di bawah 30 tahun.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR & BATIN TERBARU

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR & BATIN TERBARU

Pentingnya Mencari Ilmu

Pentingnya Mencari Ilmu

Sajadah Muslim ~ Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim. Namun, sebelum melakukannya, seseorang perlu mengetahui adab-adabnya, sehingga ilmu yang diperoleh berkah dan mendapatkan ridha dari Allah Swt, berikut ada beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh para penuntut ilmu.

Iklas

Sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya (Riwayat Bkhari).

Imam Nawawi menyatakan, para ulama memiliki kebiasaan menulis hadits  ini diawal pembahasan, guna mengingatkan para pencari ilmuan agar meluruskan niat mereka sebelum menelaah kitab.

Mengutamakan Ilmu Wajib

Hendaknya penuntut ilmu mengutamakan ilmu yang hukumnya fardhu ain untuk dipelajari terlebih dahulu, misal masalah akidah, halal-haram, lalu kewajiban yang dibebankan kepada muslim, maupun larangannya.

Setelah mempelajari ilmu yang hukumnya fadhu ain, boleh mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti menghafal Al-Qur’an dan hadits nahwu, ushul fikih dan lainnya. Selanjutnya ilmu-ilmu yang bersifat sunnah, seperti penguasaan salah satu cabang ilmu secara mendalam. 

Meninggalkan Ilmu Tak Bermanfaat

Tidak semua ilmu boleh dipelajari karena ada ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat atau bahkan ilmu yang bisa menjerumuskan orang yang mempelajarinya kepada keburukan. Karena itu dilarang bagi seorang Muslim mempelajari sihir, karena bisa menjadi jalan menuju kekufuran.

Baca juga :

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan  sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. (QS. Al-Baqarah ayat 102).

Menghormati Ulama

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menyakiti waliku, maka aku telah mengumandangkan perang kepadanya.” (Riwayat Bukhari)

Imam As Syafi’i dan Abu Hanifah, menafsirkan yang dimaksud wali dalam hadits itu adalah para ulama. Sehingga jangan sampai seorang penuntut ilmu melecehkan mereka, karena perbuatan itu mengandung murka dari Allah Swt.

Tidak Malu

Sifat malu dan gensi bisa menjadi penghalang seseorang untuk memperoleh ilmu. Karena itu, para ulama menasehati agar kedua sifat itu ditanggalkan hingga pengetahuan  yang bermanfaat bisa di dapat.

Memanfaatkan Waktu Dengan Baik

Hendaknya pencari ilmu tidak menyia-nyia waktu, hingga terlewatkan kesempatan belajar. Ulama besar seperti Imam Bukhari, bisa dijadikan contoh dalam hali ini. Diriwayatkan bahwa beliau menyalakan lentera  lebih dari 20 kali dalam semalam, untuk menyalin hadits yang telah beliau peroleh. Artinya beliau amat menghargai waktu, malam hari pun tidak beliau lewatkan kecuali untuk menimba ilmu.

Bermujahadah

Para ulama terdahulu tidaklah bersantai-santai dalam mencari ilmu. Sebab itulah, saat ini kita bisa memanfaatkan karya-karya mereka yang amat berbobot. Tentu kalau kita  menginginkan memiliki ilmu sebagaimana ilmu yang mereka miliki, maka kita juga harus bersungguh-sungguh seperti, kesungguhan yang telah mereka lakukan.

Ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad, saat beliau terlihat tidak kenal lelah dalam mencari ilmu. “Apakah engkau tidak beristirahat.” Beliau hanya mengatakan “Istirahat nanti hanya di Surga.”.

Bermujahadah

Bagi para pencari ilmu nasehat Imam Al Waqi kepada Imam As Syafi’i mengenai sulitnya menghafal, amatlah berharga. Imam Waqi menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah Swt, sehingga tidak akan pernah bersatu dengan jiwa yang suka bermaksiat.

Memanfaatkan Waktu Dengan Baik 

Karena ilmu dipelajari untuk diamalkan, maka pencari ilmu hendaknya bersegera mengamalkan apa yang telah ia ketahui dan pahami, jika itu berkenaan dengan amalan-amalan yang bisa segera dikerjakan. Ali bin Abi Thalib RA mengatakan. “Wahai pembawa ilmu beramallah dengan ilmu itu, barang siapa yang sesuai antara ilmu dan amalannya maka mereka akan selalu lurus.” (Riwayat Ad Darimai).

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

MENGENAL KELUARGA (AHLUL BAIT) DAN KETURUNAN (DZURRIYYAH) NABI MUHAMMAD
SAW

MENGENAL KELUARGA (AHLUL BAIT) DAN KETURUNAN (DZURRIYYAH) NABI MUHAMMAD SAW

  

<!–[if !supportLists]–>·        
<!–[endif]–>Rosululloh SAW. bersabda :

 

ﻓَﺎﻃِﻤَﺔُﺑِﻀْﻌَﺔٌﻣِﻨِّﻲْ
ﻳُﺒْﻐِﻀُﻨِﻲْ ﻣَﺎﻳُﺒْﻐِﻀُﻬَﺎ , ﻭَﻳُﺒْﺴِﻈُﻨِﻲْ ﻣَﺎﻳُﺒْﺴِﻄُﻬَﺎ , ﻭًﺇِﻥَّ ﺍْﻻَﺳْﺒَﺎﺏَ
ﻳَﻨْﻘَﻄِﻊُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِِﻴَﺎﻣَﺔِﻏَﻴْﺮَﻧَﺴَﺒِﻲْ…

for more, visit my website,thanks

HARI DONGENG SEDUNIA

HARI DONGENG SEDUNIA

Hari ini adalah Hari Dongeng Sedunia, yang sejarahnya dimulai di Swedia pada tahun 2003, dan merupakan perayaan Internasional dalam bentuk seni mendongeng lisan. hanyacoretankami.blogspot.com – Hari…

[Ini adalah ringkasan artikel terbaru hanyacoretankami, Silahkan kunjungi situs blog untuk artikel selengkapnya]