Selasa, 03 Mei 2022

MANAJEMEN DIRI *


MANAJEMEN DIRI
Dewasa ini teori-teori tentang soft competence semakin populer dan sering dibahas. Hal-hal yang berkaitan dengan motivasi dan kepribadian menjadi topik menarik dan dianggap krusial untuk kemajuan pribadi maupun organisasi. Boleh jadi ini disebabkan karena orang semakin menyadari arti penting soft competence bagi pengembangan diri maupun organisasi; bahwa sehebat apapun hard competence yang dimiliki seseorang belum menjamin kesuksesannya dalam pekerjaan. Hal ini dapat diumpamakan seperti IQ yang tidak lebih penting dari EQ maupun SQ. Ada beberapa fakta yang memperlihatkan bahwa kesuksesan yang dicapai seseorang —yang pada gilirannya berdampak pada kesuksesan organisasi— justru lebih dikarenakan oleh baiknya EQ yang dimilikinya. Sebut saja nama-nama seperti Thomas Alfa Edison dan Andrie Wongso yang tidak mengenyam pendidikan tinggi namun berhasil memberi kontribusi besar bagi dunia keilmuan.
Senada dengan itu, adalah Soft Competence yang memungkinkan orang tetap mampu berbuat meskipun memiliki dan mengalami berbagai kekurangan, keterbatasan maupun hambatan. Soft Competence pula yang memungkinkan para pegawai memiliki integritas dalam melaksanakan tugasnya.
Salah satu materi yang menjadi topik bahasan dalam soft competence adalah Manajemen Diri. Di BPPK, Manajemen Diri secara khusus menjadi satu mata pelajaran dalam Diklat Account Representative Pusdiklat Perpajakan. Artikel ini secara singkat menyajikan beberapa poin penting dalam materi Managemen Diri.
1. Definisi Manajemen Diri
Apa itu manajemen diri?
Menurut Gede Prama, manajemen diri merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar.

Sedangkan Udo Yamin Efendi mendefinisikan manajemen diri sebagai sebuah proses merubah “totalitas diri” —intelektual, emosional, spiritual, dan fisik— kita agar apa yang kita inginkan (sasaran) tercapai.

Menurut penulis, secara sederhana, manajemen diri dapat diartikan sebagai suatu upaya mengelola diri sendiri ke arah yang lebih baik sehingga dapat menjalankan misi yang diemban dalam rangka mencapai tujuan.

Ketiga pengertian diatas mengindikasikan bahwa manajemen diri diperlukan bagi seseorang agar mampu menjadikan dirinya sebagai manusia yang berkualitas dan bermanfaat dalam menjalankan misi kehidupannya. Manajemen diri membuat orang mampu mengarahkan setiap tindakannya kepada hal-hal positif.

2. Tujuan eksistensi manusia
Hakikat eksistensi manusia adalah untuk mengelola sumber-sumber daya yang ada di bumi ini, termasuk manusia di dalamnya, untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Karenanya Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk dan fasilitas yang sempurna dibandingkan mahluk lainnya. Dengan fasilitas akal, panca indra, hati, dan lain lain yang dimilikinya, manusia dituntut untuk dapat berafiliasi, bersinergi dan berkontribusi positif dengan dirinya, keluarga, masyarakat, negara dan lingkungannya. Ini dilakukan sebagai wujud ibadah dan rasa syukur kepada Tuhannya.
Tuhan juga menginginkan masing-masing individu bersinergi dengan manusia lainnya untuk berkontribusi terbaik dalam mengelola alam ini. Untuk tujuan itu, Dia mengaruniakan potensi. Setiap orang sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk dapat mengambil peran dengan berkontribusi maksimal. Yang membedakan adalah usaha mereka memaksimalkan potensi tersebut. Potensi merupakan modal yang sangat kuat untuk merealisasikan cita-cita. Ada sebuah kisah tentang bagaimana seseorang mampu menggunakan potensinya dengan baik sehingga berhasil menciptakan sesuatu yang baru.
Diceritakan, ada seorang Raja yang memiliki sebuah batu ruby yang sangat indah. Ia sangat menyayangi batu tersebut dan berniat untuk memberikannya kepada permaisuri sebagai hadiah ulang tahun. Namun malang, ketika sang Raja memegangnya, batu tersebut terlepas dari tangannya dan jatuh hingga menimbulkan retak yang sangat dalam. Lalu sang raja memanggil para ahli batu untuk memperbaiki batu ruby kesayangannya. Namun tidak seorangpun yang mampu melakukannya. Suatu saat, seorang laki-laki setengah baya datang menawarkan diri untuk memperbaiki batu ruby yang retak. Setelah diizinkan oleh Raja, orang tersebut membawa pulang batu ruby untuk diperbaiki. Singkat cerita, 2 hingga 3 hari berselang, ia kembali ke kerajaan sambil membawa batu ruby. Apa yang terjadi? Ternyata, batu ruby yang retak telah ia pahat menjadi setangkai bunga mawar yang sangat indah. Sang raja sangat senang menerimanya. Permaisuri merasa bahagia karena ia sangat menyukai bunga mawar. Atas keberhasilannya, orang tersebut mendapat hadiah istimewa dari raja.
Kisah ini memberi pelajaran bahwa dengan usaha keras untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki, seseorang mampu membuat sesuatu yang sudah rusak sekalipun menjadi barang yang bernilai tinggi. Orang yang mau memanfaatkan potensi yang ia miliki akan berhasil meraih kesuksesan dan menguasai masa depan.
3. Berfikir dan Bekerja
Seperti yang dikutip oleh Agus Prawoto di dalam modul manajemen diri diklat Account Representative, John Charles Salak membagi kegagalan dalam 2 kelompok. Pertama adalah orang yang berfikir tetapi tidak bekerja, dan kedua adalah orang yang bekerja tetapi tidak pernah berfikir. Orang yang hanya berfikir tetapi tidak mau bekerja dapat dianalogikan seperti seorang pemanah yang menghabiskan waktu untuk membidik sasaran tanpa sekalipun melepas anak panahnya. Rencana telah dibuat dengan matang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang jelas. Bahkan, langkah demi langkah telah disusun berikut jadwal pelaksanaannya. Sayangnya, rencana tersebut tinggal rencana di atas kertas yang tidak pernah direalisasikan. Orang seperti ini tidak akan berhasil mencapai cita-citanya. Sebaliknya, ia adalah seorang pemimpi yang sangat menikmati tidur lelapnya.
Sementara itu, orang yang sibuk bekerja tanpa mau berfikir akan menghabiskan waktu dan tenaga menghadapi pekerjaannya. Orang seperti ini akan kehilangan banyak kesempatan yang mungkin dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan kehidupannya.
Dikisahkan, seorang penebang kayu yang baru diterima bekerja dan diberikan kapak oleh majikannya. Pada hari pertama bekerja, ia mampu menebang 8 batang pohon. Pada hari kedua, dengan usaha yang lebih keras, ia berhasil menebang 7 batang pohon. Pada hari ketiga ia berusaha lebih keras lagi. Namun jumlah batang pohon yang berhasil ia tebang semakin sedikit. Demikian yang terjadi hari demi hari. Merasa berputus asa, si penebang kayu menjumpai majikannya dan menceritakan kejadian tersebut. Ia mengeluh karena merasa tidak sekuat dan secakap dahulu lagi. Dengan sungguh-sungguh sang majikan mendengarkan penuturannya. Setelah si penebang kayu selesai menceritakan masalahnya, sang majikan bertanya, ”Kapan terakhir kamu mengasah kapak?” Pertanyaan ini serta merta menyadarkan si penebang kayu akan kesalahannya. Sejak hari pertama bekerja, ia selalu disibukkan dengan aktifitas menebang pohon sehingga lupa untuk mengasah kapak. Bagaimana mungkin kapak yang tumpul dapat merubuhkan pohon yang besar?
Kenyataannya, tidak sedikit orang yang menghabiskan waktunya untuk melakukan pekerjaan, namun tidak memberi kesempatan pada dirinya untuk meng-upgrade kemampuan dan ketrampilannya. Ia juga seakan-akan mengenyampingkan arti penting pemeliharaan peralatan yang biasa digunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Boleh jadi ia merasa bahwa kesibukan itu merupakan integritasnya terhadap organisasi dimana ia bekerja. Namun praktek seperti itu justru dapat mengurangi hasil yang diharapkan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, rutinitas melaksanakan tugas perlu diimbangi dengan ketersediaan waktu untuk mempelajari tugas itu sendiri serta upaya untuk meningkatkan kualitas diri. Ini akan menciptakan profesionalitas yang akan membawa kepada pencapaian hasil yang maksimal.
Penutup
Tidak bisa dipungkiri bahwa kesuksesan tidak melulu mengenai kemampuan teknis-intelegensi seseorang. Tak kalah penting adalah kemampuan etis-emosional yang dapat mengarahkannya menjadi orang yang memiliki keluhuran budi pekerti. Manajemen Diri adalah satu dari banyak kecerdasan yang sangat dibutuhkan untuk menjadi manusia berintegritas tinggi.
Artikel ini disusun oleh :
Sy. Nani Rahmani, SS.,MSI
Widyaiswara
Balai Diklat Keuangan Medan
Daftar Pustaka
Agus Prawoto, S.H., M.A. Modul Manajemen Diri Diklat Account Representative. Pusdiklat Pajak. Jakarta. 2010.
Gede Prama. Manajemen Diri (self management). klinikotak.blogspot.com. 2009
Udo Yamin Efendi Majdi. Manajemen Diri:Upaya Membangun Karakter (Character Building) Masisir. supraptoe.wordpress.com. 2007
Andrie Wongso.
Terakhir Diperbaharui (Kamis, 30 Desember 2010 02:42)

Source: New feed

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)